Meraih Kasih Tuhan Melalui Jalan Yadnya ( Ibadah )

Yadnya adalah persembahan dan kurban suci yang dilakukan dengan tulus ikhlas, yang dapat berupa; pikiran, perkataan, perbuatan, dan harta benda.

Kata yadnya berasal dari bahasa Sansekerta yang asal katanya adalah “Yaj” yang berarti memuja, menyembah, berdoa, dan bhakti.

Kerangka dasar dari ajaran Weda adalah cerminan daripada Tri Angga Sarira dari pada manusia yaitu; 
  1. Kecerdasan pikiran [igama] yang dicerminkan sebagi tatwa (filsapat),
  2. Pengambilan keputusan atau budhi [ugama] yang dicerminkan sebagai etika, dan 
  3. Tindakan [agama] dari apa yang telah diputuskan yang dilakukan dengan segala anggota badan [Ahamkara] dicerminkan sebagi yadnya ( ibadah ).
Yadnya juga berarti korban/persembahan suci, yakni korban/persembahan yang dilandasi dengan kesucian hati, ketulusan, dan keikhlasan. 

Yang dikorbankan/dipersembahkan bisa berupa harta benda , pikiran, perkataan, dan perbuatan. 

Yadnya memiliki tujuan yang amat mulia, yaitu untuk kebaikan lingkungan [alam], sesama manusia, dan Tuhan sebagai pencipta dan penguasa segalanya.

Yadnya mengandung pengertian yang amat luas,  tetapi kalau dilihat dari jenis pengorbanan/persembahannya, yadnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yadnya yaitu; Upacara Yadnya dan Karma Yadnya.

Upacara di dalam bahasa sanskerta berarti mendekat, dalam hal ini adalah mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menggunakan sarana yang disebut upakara [banten dalam bahasa Bali]. 

Upacara yadnya bisa diandaikan sebagai software sedangkan karma yadnya bisa diandaikan sebagai brainware di dalam ilmu komputer.

Ada dua pengertian yang terkandung dalam kata Yadnya, yaitu; korban dan persembahan. 

Korban biasanya tidak akan diterima kembali apa yang telah dikorbankan. Karenanya yang dijadikan korban biasanya segala hal yang  kecendrungannya memiliki sifat keraksasaan [Asuri Sampad]. Sedangkan  Persembahan biasanya akan diterima kembali apa yang telah dipersembahkan oleh orang yang melakukan persembahan. 

Oleh karenanya yang dijadikan persembahan hendaknya segala hal yang kecendrungannya memiliki mutu kedewataan [Daiwi Sampad].
           
Sifat Tuhan Yang Maha Esa adalah akan mengembalikan apa yang telah dipersembahkan kepada-Nya, dan tidak akan mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada pemuja-Nya.

Upacara Yadnya adalah yadnya yang dilakukan di tempat dan waktu-waktu tertentu dengan sarana upakara sebagai simbol-simbol bhakti atau simbol-simbol doa dari pelaksananya. 

Sarana upacara menurut bhagawad-gita adalah berupa   buah-buahan, daun-daunan, bunga, air, dan api.

Sesungguhnya upacara yadnya adalah merupakan rangkuman sastra-sastra agama yang menyatu dan merupakan suara Weda dan terdiri dari mantra-mantra, jika di dalam pelaksanaannya didukung oleh tatwa dan etika.

Di Bali sarana upacara itu lebih dikenal dengan sebutan banten yang terdiri dari dua suku kata; bang dan enten [Bahasa Bali]. Bang identik dengan Brahma atau Brahman yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan enten bisa berarti ingat atau sadar.

Jadi upacara yadnya memiliki makna bahwa kita sebagai umat manusia hendaknya selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta sekaligus penguasa alam semesta ini.

Di dalam lontar Tutur Tapeni disebutkan bahwa upakara itu merupakan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai magis dan memiliki bagian-bagian seperti adanya Tri Angga antara lain;
  • Semua bentuk daksina adalah merupakan simbul kepala [hulu],
  • Semua bentuk ayaban seperti dapetan dan pengambeyan adalah merupakan simbol badan, dan 
  • Jerimpen adalah simbol tangan, dan
  • Segala bentuk tebasan dan sesayut merupakan simbol perut. 
  • Sedangkan semua bentuk lelabaan, seperti caru, segehan adalah simbol pantat dan kaki.
Simbol-simbol itu juga dinyatakan seolah-olah sebagai surat yang berisi permohonan yang ingin disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa [Sudarsana. Filsafat Yadnya, 16-22].

Korban di dalam upacara yadnya biasanya perupa pecaruan yang ditujukan kepada bhuta kala [sifat-sifat Asuri sampad], sedangkan persembahan biasanya berupa banten sodaan yang ditujukan kepada leluhur, para dewa, dan Tuhan Yang Maha Esa [sifat-sifat Daiwi Sampad].

Karena upacara yadnya masih berupa simbol-simbol, yaitu simbol dari doa-doa di dalam weda. Pelaku yadnya hendaknya memahami simbol-simbol yang berupa upakara itu, kalau tidak, pelaku yadnya tidak akan bisa mengaplikasikan simbol-simbol itu ke dalam kehidupan sehari-hari.

Jika doa-doa weda yang disimbolkan dengan upakara tidak difahami oleh pelaku yadnya maka pelaku yadnya tidak akan mendapatkan pengetahuan suci apapun dari upacara yadnya itu [Nirukta, 18].

Jika pengetahuan suci sudah tidak didapatkan, sudah barang tentu mereka tidak akan bisa mengaplikasikan ajaran Weda itu ke dalam kehidupan sehari-hari.

Karma Yadnya adalah aplikasi daripada Upacara Yadnya. Hanya bila kita bisa menyelaraskan gagasan dalam pikiran dengan perkataan akan menjadi doa dan akan membawa hasil.

Dan hanya bila kita bisa menerapkan doa itu dalam pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari, ia akan menjadi ibadah. Bila bisa mencapai satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan-lah kita akan bisa hidup damai, sejahtera, dan bahagia.

Kita harus mawas diri apakah kita mengikuti jalan satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan ini. Jika kita tidak  mau koreksi diri kita sendiri dengan jujur, kita akan mengakui bahwa hampir selalu ketiga unsur itu mengikuti arah yang berbeda, tidak ada kesatuan.

Kalau pikiran lain, perkataan lain, dan perbuatan lain pula, maka kita memiliki sifat-sifat orang jahat atau durjana, bukan sifat-sifat orang baik [sujana]. Ketidak serasian seperti itu akan merugikan kita dan menjauhkan diri dari Tuhan Yang Maha Esa.

Korban dalam pelaksanaan Karma Yadnya biasanya berupa semua hal yang bersifat-buruk [Daiwi Sampad] seperti; 
  1. Kebodohan atau kebingungan [moha],
  2. Kemabukan/kesombongan [mada] yang disebabkan oleh mabuk karena keturunan [abhijana], mabuk karena kekuasaan [aiswarya], mabuk karena kekayaan [dana], mabuk karena kepintaran [widya], 
  3. Iri hati atau kedengkian [matsarya],
  4. Kemarahan [kroda], 
  5. Hawa nafsu [kama], dan 
  6. Keserakahan [lobha].
Sedangkan yang dipersembahkan dalam pelaksanaan Karma Yadnya adalah segala hal yang bersifat baik [Asuri Sampad] seperti; 
  • pikiran baik, 
  • perkataan baik, 
  • perbuatan baik, dan
  • rasa cinta kasih.
Jadi bagaimanapun megahnya Upacara Yadnya yang dilaksanakan, jika tidak diaplikasikan dalam bentuk Karma Yadnya dalam kehidupan sehari-hari tidak akan mencapai tujuan dari yadnya itu.
     
Yadnya merupakan pusat alam semesta. Weda menyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta ini didasari atas yadnya, dan beliau bersabda agar setiap umat manusia mengikuti jejaknya untuk melaksanakan yadnya. Orang yang tekun melaksanakan yadnya akan memperoleh pencerahan batin [Bagawadgita III.10]

Para dewa telah mengurus kebutuhan hidup bagi manusia setelah dipuaskan dengan yadnya, maka beliau juga akan memuaskan manusia, sehingga dengan adanya kolaborasi yadnya antara para dewa dengan manusia, maka kemakmuran akan berkuasa bagi semua [Bhagavadgta. III.11]

Sesungguhnya para dewa telah mengurus berbagai kebutuhan hidup bagi semua, bila para dewa dipuaskan dengan yadnya, para dewa akan menyediakan segalanya untuk semua. 

Tetapi orang yang menikmati berkat-berkat-Nya dengan tanpa melalui yadnya, pastilah orang tersebut adalah pencuri [Bhagavadgita III.12].

Para penyembah Tuhan Yang Maha Esa akan dibebaskan dari segala dosa, bila mereka memakan makanan melalui yadnya terlebih dahulu, bagi orang lain yang menyiapkan makanan hanya untuk kenikmatan indera-inderanya pribadi, sebenarnya mereka hanya makan dosa sendiri [Bhagavadgita III.13].

Adanya mahluk hidup karena makan biji-bijian, adanya biji-bijian karena hujan, adanya hujan karena yadnya, adanya yadnya karena karma [Bhagavadgita III.14]

Mengingat begitu pentingnya pelaksanaan yadnya demi menjaga keseimbangan dalam kehidupan untuk menjaga kesinambungan apa yang telah diyadnyakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, hendaknya apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita katakan, dan apapun yang kita kerjakan semestinya didasari atas yadnya. Yadnya apapun yang kita lakukan hendaknya didasari dengan  tatwa, dan etika.
      
Tatwa adalah ilmu pengetahuan atau teori-teori tentang kebenaran, sedangkan etika adalah situasi atau keadaan waktu dan tempat pelaksanaan yadnya.  Sejatinya yadnya adalah aplikasi atau implementasi daripada tatwa.

Orang tidak akan bisa menikmati makanan enak hanya dengan mengetahui bermacam-macam resep masakan. Orang sakit juga tidak akan sembuh hanya dengan mengetahui berbagai macam kegunaan ramuan obat.

Oleh karena itu orang yang hanya mengetahui tentang berbagai tatwa jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari orang tersebut tidak akan memperoleh manfaat apa-apa dari pengetahuan yang dimilikinya, bahkan ilmu atau pengetahuan yang dimilikinya jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi racun [Canakya Niti IV.15].

Orang yang melaksanakan yadnya tanpa didasari atas tatwa dan etika, maka orang tersebut tidak akan memperoleh manfaat yang banyak dari yadnya yang dilaksanakan.

Pelaksanaan yadnya yang tanpa didasari tatwa disebut buta, sedangkan pelaksanaan yadnya yang tidak didasari atas etika disebut tuli. Sebab kebutaan atau ketidaktahuan terhadap tatwa dan ketidak pedulian terhadap lingkungan dalam pelaksanaan yadnya akan merugikan diri sendiri dan pihak-pihak lain seperti lingkungan [tumbuhan, binatang ataupun orang lain] yang muaranya adalah merugikan Tuhan Yang Maha Esa, karena tumbuhan, binatang, manusia dan makhluk hidup lainnya adalah sama-sama ciptaan sekaligus kekuasaanTuhan.

Tumbuhan, binatang dan lain-lainya adalah makhluk lemah [papa], tetapi mereka juga menginginkan memperoleh kedamaian, kesejahtraan dan kebahagiaan sama seperti manusia. Oleh karena itu tumbuhan dan berbagai jenis binatang lainnya sangat mengharapkan kebaikan hati manusia untuk tidak sebatas menjaga kelangsungan hidupnya tetapi juga meningkatkan tarap hidupnya [TuturTapeni Yadnya 72,73].

Jadi dengan demikian, jelaslah bahwa yadnya memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu untuk memelihara hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya.
      
Weda menuntun kita untuk bisa mencapai Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma yaitu kedamian, kesejahtraan dan kebahagiaan yang abadi. 

Untuk mencapai kedamaian, kesejahtraan dan kebahagiaan yang abadi menurut Rsi Kapila dalam pilsafat Samkyanya dinyatakan hendaknya setiap tindakan didasari atas ilmu pengetahuan yang benar [tatwa].

Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar hendaknya melalui pengambilan kesimpulan [anumana] yang didasari atas informasi yang benar [sabda], dan fakta yang dilihat secara langsung [pretyaksa], dari suatu kasus.

Jadi tidak setiap perbuatan yang dilakukan dengan tulus iklas dan  memiliki tujuan untuk kebaikan lingkungan, kebaikan sesama manusia, dan kebaikan Tuhan Yang Maha Esa bisa disebut Yadnya. Keiklasan dan tujuan yang baik saja yang mendasari yadnya belumlah cukup. Hendaknya didasari pula dengan pengetahuan yang benar tentang yadnya yang dilaksanakan.
      
Seorang pemilik modal umpamanya mempunyai tujuan yamg mulia untuk mensejahterakan penduduk di suatu daerah dengan mendirikan sebuah pabrik pencelupan kain. Ia merekrut banyak pekerja untuk bekerja di pabriknya. Tetapi jika pemilik modal yang iklas dan memiliki tujuan yang baik ini untuk mensejahterakan penduduk di suatu daerah tetapi tidak memiliki tenaga ahli dibidang pencelupan kain apakah pabrik ini bisa beroprasi ?

Tentu tidak, ia harus memiliki tenaga ahli. Jika ia telah memiliki tenaga ahli tetapi ia tidak peduli dengan lingkungan pabriknya, seperti apakah pariknya menimbulkan polusi atau pencemaran lingkungan yang membuat penduduk di lingkungan pabriknya merasa tidak nyaman, tentunya perbuatan pemilik modal ini belum bisa disebut yadnya.

Landasan filosofis mengenai yadnya terdapat dalam sloka-sloka weda seperti di bawah ini;

Manawadharmasastra, II.6
Seluruh pustaka suci veda [Tatwa] adalah sumber pertama daripada dharma, kemudian adat istiadat [Acara], dan lalu tingkah laku yang terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami ajaran pustaka suci veda dari [pendeta/sulinggih] juga tata cara perikehidupan orang-orang suci [Susila] dan akhirnya kepuasan diri pribadi [Atmanastuti].

Atharvaveda, XII.1.1
Kebenaran [satya] hukum yang agung, dan suci [rta], tapa brata, doa dan yadnya, inilah yang menegakkan bumi ini, ibu kami sepanjang masa memberikan tempat yang lega kepada kami.

Bhagavadgita, III. 10
Pada jaman dahulu kala Prajapati [Tuhan] menciptakan manusia dengan yadnya dan bersabda: dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamadhuk [sumber] dari keinginanmu.

Rgveda, X.71.11
Seorang bertugas mengucapkan sloka-sloka veda, seorang melakukan nyanyian-nyanyian pujian dalam Sawari; seorang lagi yang menguasai pengetahuan veda mengajarkan isi veda; dan yang lain mengajarkan tata cara melaksanakan yadnya.

Bhagavadgita, III.11
Dengan ini kamu memelihara para deva dan dengan ini pula para deva memelihara dirimu, jadi dengan adanya saling memelihara satu sama lain, kamu akan mencapai kebaikan yang mahatinggi.

Bhagavadgita, III.16
Ia yang ada di dunia ini tidak ikut memutar roda [cakra] yadnya yang timbal balik ini, adalah jahat dalam alamnya, puas dengan indrianya dan ia, o Arjuna hidup sia-sia.

Rgveda, VIII.74.1
Ia menjadi tamu kalian di setiap rumah, dewata, sangat dicinta, kawanmu, kita muliakan, mohon kekuatan, dalam ucapan dan dengan kekuatan lagu.

Rgveda, VIII.69.9
Nah geseklah gargara [rebab] dengan nyaring, kumandangkanlah suara godha [kecapi]. Dengungkanlah suara musik: kepada Tuhan kami persembahkan nyanyian.

Bhagavadgitha, IV.26
Beberapa orang lainnya lagi mengorbankan pendengaran, dan lainnya mengorbankan indria di dalam api pengekangan. Yang lainnya mengorbankan suara dan obyek-obyek lainnya dari indria di dalam api indria.

Bhagavadgitha, IV.27
Yang lainnya lagi mengorbankan segala aktivitas dari indrianya dan segala pekerjaan dari kekuatan hidupnya di dalam apinya yoga, apinya pengekangan diri sendiri yang dinyalakan oleh pengetahuan.

Bhagavadgitha, IV.28
Yang lainnya lagi memberikan sebagai korban benda kekayaannya atau sifat tapanya atau latihan bathinnya, sedangkan yang lainnya yang berpikiran terkendalikan dan pemegang sumpah yang keras memberikan pelajaran dan pengetahuannya sebagai korban.

Bhagavadgitha, IV.29
Yang lain lagi memusatkan pada pengaturan nafas, seteah dapat mengekang jalan dari prana [nafas yang keluar] dan apana [nafas yang masuk] memberikan sebagai korban di dalam apana dan apana di dalam prana.

Bhagavadgitha, XVII.11
Yadnya yang dihaturkan sesuai dengan sastranya, oleh mereka yang tidak mengharap buahnya dan teguh kepercayaannya, bahwa memang sudah kewajibannya untuk beryadnya, adalah baik [sattvika].

Bhagavadgitha, XVII.12
Akan tetapi apa yang dihaturkan dengan pengharapan akan buahnya atau hanya untuk memamerkan, ketahuilah Oh Arjuna, bahwa yadnya itu adalah bersifat nafsu [Rajasika].

Bhagavadgitha, XVII.13
Yadnya yang tidak sesuai dengan petunjuk, dengan tidak ada makanan yang dibagi-bagikan, tidak ada mantra, syair dinyanyikan, dan tidak ada dana punia daksina yang diberikan, tidak mengandung kepercayaan, mereka sebut yadnya yang bodoh [Tamasika].

Rgveda VIII.97.3
Orang yang bersalah mati karena perbuatannya sendiri,

Rgveda VIII.97.4
‘Ya Tuhan Yang Maha Esa’ orang yang malas adalah orang yang tidak beriman, tidak giat, dan mengutuk, mati dari perbuatannya sendiri,

Atharwaveda X.1.5
Semoga orang yang berdosa menderita dari dosanya sendiri, orang yang mengutuk menderita dari kutukannya sendiri,

Rgveda V.12.5
Orang yang tidak berjalan lurus seperti aku, dihancurkan karena kesalahan-kesalahan mereka sendiri,

Rgveda VII.52.2
‘Ya para Dewa Vasu, semoga kami tidak melakukan tindakan semacam itu yang mungkin berakibat dalam bencana/malapetaka,

Rgveda I.110.4
Para penganut meskipun fana, menjadi kekal akibat perbuatan-perbuatan yang luhur,

Yayurveda XI.15
Jiwa yang berangkat [meninggalkan raga] ingatlah OM, ingatlah kekeliruan-kekeliruanmu dan ingatlah perbuatan-perbuatanmu yang lampau,  

Rgveda X.53.8
Sungai berbatu mengalir, majulah serempak, berdirilah tegak, dan sebrangilah wahai kawan !

Atharwaveda XII.26
Sungai yang berbatu-batu mengalir terus; maju serentak, dan dengan sikap sebagai pahlawan sebrangilah, hai kawan ! Tinggalkanlah, mereka yang berpikiran jahat, mari kita menyebrang agar kita mendapat kekuatan yang sempurna,

Atharwaveda XII.2.27
Berdirilah tegak, dan sebrangi, hai kawan !
Sungai yang berbatu-batu ini, mari kita menyebrang agar mendapat kekuatan yang berguna dan menyenangkan,

Rgveda X.103
Majulah dan taklukkan, hai pahlawan !
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi Engkau, berjuanglah dengan gagah berani, sehingga engkau tidak cedera,

Rgveda X.153.2
Ya Tuhan Yang Maha Esa ! Keberadaan-Mu bertumpu pada kekuatan, keberanian dan tenaga, Engkau, yang maha perkasa ! sungguh kuat,

Rgveda X.103.11
Semoga Indra bersama kita ketika bala tentara berkumpul, semoga panah kami jaya, Ya Tuhan Yang Maha Esa, lindungilah kami, dalam gegap gembitanya serangan musuh,

Rgveda VI.24.8
Dia yang dipuja tidak tunduk kepada yang kuat, juga tidak kepada yang teguh; tidak pula tunduk kepada yang angkuh, yang dihasut oleh penjahat, Bagi indra gunung yang tinggi tampak landai; Bagi Dia jurang yang dalampun dapat disebrangi,

Rgveda X.257.1
Kami akan jadikan sabda ini sebagai kekuatan yang ampuh, Indra dan semua dewata menolong kami,

Yayurveda XIX.9
Engkau memiliki semangat berapi-api, anugrahilah kami semangat yang erapi-api; Engkau memiliki kekuatan, anugrahilah kami kekuatan; Engkau memiliki kemampuan, anugrahilah kami kemampuan; Engkau memiliki tenaga, anugrahilah kami tenaga; Engkau memiliki semangat tempur, anugrahilah kami semangat tempur; Engkau memiliki keperkasaan, anugrahilah kami keperkasaan,


Rgveda X.18.6
Terimalah hidup ini, sambut hari tua, engkau semua berjuang susul menyusul, semoga Tuhan Yang Maha Esa, Yang menciptakan yang baik, melimpahkan kemurahan-Nya dan memberikan umur panjang kepada engkau semua,

Rgveda VIII.48.14
Ya Tuhan Yang Maha Esa, Pemelihara, berkatilah kami ! Semoga sifat penidur tidak menguasai kami, juga tidak kebiasaan ngobrol. Semoga kami tetap dicintai Soma, dengan pahlawan kami, berbicara dalam pertemuan,

Rgveda VIII.2.18
Para Devata menghendaki umat manusia agar mempersembahkan minuman [melaksanakan upacara persembahan] ; Para Devata tidak suka menyaksikan umatnya yang tidur [malas], mereka yang tidak tidur [para deva], menghukum orang-orang yang risau [gelisah],

Rgveda IV.4.12
Ya Devata yang bersinar [Agni] yang tak pernah salah, semoga kekuatan-Mu, yang tidak pernah kendor, cepat dan pemurah, selalu awas, ramah dan tidak mengendor, semoga mereka, bersama-sama, berada disini dan melindungi kami,

Rgveda X.34.13
Jangan bermain dadu [judi], tanamilah ladangmu; berbahagialah dengan kekayaan itu, banggakanlah itu. Wahai penjudi, ingat ternakmu, dan ingat istrimu, Demikianlah nasehat yang mulia,

Rgveda X.31.2
Seharusnyalah orang memikirkan kekayaan dan berjuang, untuk memperolehnya dengan cara yang benar dan disertai doa. Dan seharusnyalah ia memakai pertimbangan hati nuraninya, dan dengan penuh semangat berusaha meningkatkan kemampuan,

Rgveda X.117.6
Orang yang tidak bijaksana tidak memanfaatkan makanan sebaik-baiknya. Aku katakan terus terang, ia sama saja dengan orang mati. Ia tidak memberi makanan kepada orang lain dan rekannya, dan orang yang makan sendiri akan menanggung dosanya sendiri pula,

Rgveda I.189.1
Agni, tunjukkanlah kepada kami jalan yang benar untuk mencapai kesejahtraan, Ya Tuhan Yang Maha Esa ! Yang mengetahui semua kewajiban. Lenyapkanlah dosa kami yang menyengsarakan kami. Kami memuja Engkau,

Rgveda I.89.1
Itu yang menjauh dari orang yang jaga, dan yang menjauh dari orang yang tidur, itu sinar utama, jauh semoga pikiran kami selalu mengarah kepada yang baik,

Yayurveda XXXIV.2
Yang menjadi sumber pengetahuan utama, dan merupakan kecerdasan serta kekuatan pikiran, yang merupakan api yang tak kunjung padam pada mahluk hidup, apa adanya itu kita tidak mampu berbuat apa-apa, semoga pikiran kami selalu mengarah kepada yang baik,

Rgveda X.71.6
Bagi orang yang meninggalkan kawan yang bijaksana, tidak akan menemukan kemuliaan meskipun ia mengucapkan sabda suci [dari dewata], dan jika mendengarkan [sabda suci] usahanya sia-sia [karena] tidak tahu ajalan yang benar,

Weda yang disusun dalam bentuk wiracerita atau yang lebih dekenal dengan Epos Mahabharata oleh Bhagawan Byasa.
Meninjau Tentara-tentara Perang di Kurusetra.
Ringkasan Bhagawad-Gita.
Karma Yoga
BAB IV Pengetahuan Rohani.
Perbuatan dalam Kesadaran Ilahi.
Meditasi Mengendalikan Pikiran dan Indria ( Dyana Yoga ).
Pengetahuan Tentang yang Mutlak.
Cara Mencapai Tuhan yang Mahakuasa.
Pengetahuan yang Paling Rahasia.
Kehebatan Tuhan yang Mutlak ( Wibhuti Yoga ).
Bentuk Alam Semesta ( wiswa rupa dharsana yoga ).
Pengabdian Suci ( bhakti yoga ).
Alam, Kepribadian yang Menikmati dan Kesadaran.
Tiga Sifat Alam Material.
Yoga Berhubungan dengan Kepribadian yang Paling Utama.
Sifat Rohani dan Sifat Jahat.
Golongan Keyakinan.
Kesempurnaan Pelepasan Ikatan.

SARASAMUCAYA

Kitab saraccamuscaya adalah ringkasan dan cara mengaplikasikan ajaran Bhagawad-gita pada kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat, yang ditulis dengan bahasa Kawi oleh Bhagawan Wararuci, seorang guru Spiritual.

Postingan populer dari blog ini

Kata-Kata Motivasi Hidup untuk Masa Depan

Anda Akan Lebih Percaya Diri dan Berani Jika Baca Kata-kata Ini