Wanaprasta Adalah Tahapan Hidup Untuk Mengabdi Pada Masyarakat
Wanaprasta adalah tahapan hidup yang sudah bebas dari kegiatan yang terikat pada keinginan mendapatkan hasil untuk pribadi.
Karena seorang Wanaprastha sudah terlepas dari tanggung jawab keluarga, maka ia akan mencari ketenangan, untuk mewujudkan tujuan hidup yang lebih sempurna.
Kehidupan di sini akan bersendi kepada kama yang berarti nafsu atau keinginan yang mengarah ke hal-hal yang positif, dengan jalan mengabdikan dharmanya kepada orang banyak di samping untuk dirinya sendiri.
Soal artha tidak menjadi masalah pemikiran, malahan mereka akan tahap demi tahap akan menjauhi soal-soal material dan akan mengutamakan soal kerohanian. Para dwijati yang sudah menjalani grehastha asrama maka dwijati ini akan meningkat pada Wanaprastha yaitu meningkatkan diri dalam kerohanian, secara perlahan-lahan mengurangi dan meninggalkan ikatan keduniawian, baik itu unsur harta maupun kama.
Pada tingkat ini para dwijati, mulai mencari ketenangan jiwa untuk kepentinan dirinya pada unsur kerohaniaannya. Seorang Wanaprastha juga diikat oleh suatu peraturan-peraturan tertentu, perkembangan jaman pada masa ini, manusia juga mempunyai perkembangan, mempunyai suatu gaya hidup sendiri yang selalu bergelut dengan teknologi modern, sudah tentunya Wanaprastha itu tidak hanya dilakukan di hutan yang sebenarnya. Untuk menenangkan pikiran dapat pula dilakukan pada tempat-tempat sepi, apakah di pantai maupun di tempat-tempat suci lainnya.
Hidup dalam tahap wanaprastha artinya tidak terpokus kepada kepentingan diri sendiri ataupun keluarga sendiri, tetapi hidup ini hendaknya orientasinya untuk memikirkan kesejahtraan masyarakat umum.
Dengan pengalaman mengelola keluarga dan kemahiran dalam mencari nafkah hendaknya pengalaman ini dibagikan kepada masyarakat umum. Bagaimanapun kayanya seseorang tidak akan bisa merasa damai ataupun bahagia dilingkungan yang tidak damai atau di lingkungan yang sering terjadi kerusuhan atau tindakan kriminal. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi yang sudah sukses secara ekonomi maupun sosial untuk ikut meningkatkan kesejahtraan masyarakat umum.
Bagi orang yang sudah sukses mengelola keluarga hendaknya jadilah seorang panutan, berprilakulah sebagai seorang pemimpin minimal di lingkungan tempat tinggal.
Prilaku seorang pemimpin menurut Manawadharmasastra yang dikenal dengan ajaran Astabrata adalah sebagai berikut;
Agnibrata yaitu memiliki sifat seperti dewa Api, memiliki sifat dan jiwa ksatriya, mampu menggerakkan dan mengobarkan semangat rakyatnya, dan selalu berpikir optimis, tidak pernah putus asa, mampu menggerakkan masyarakat untuk mensukseskan program kerja, memiliki kebijaksanaan untuk menatap masa depan rakyatnya.
Bayubrata yaitu memiliki sifat seperti dewa Angin, selalu blusukan untuk mencari tahu keadaan ataupun kebutuhan rakyatnya terutama yang menderita karena kemiskinan ataupun akibat penyakit, dan mendengar jerit hati nurani mereka seperti angin yang memberikan kesegaran kepada setiap makhluk.
Barunabrata, pemimpin hendaknya mampu membasmi segala penyakit di dalam masyarakat baik penyakit medis maupun penyakit sosial, seperti halnya samudra yang selalu mampu menghalau kotoran-kotoran ke tepi pantai.
Candrabrata, pemimpin hendaknya selalu memperlihatkan wajah yang tenang, kata-kata yang santun yang menyejukkan dan mampu menarik simpati seluruh rakyat seperti halnya bulan memberikan kesejukan kepada bumi.
Indrabrata, pemimpin hendaknya selalu berkomitmen untuk bisa meningkatkan kemakmuran rakyatnya tidak ada kepentingan pribadi dalam pengambilan kebijakannya.
Kuverabrata/dhanabrata/arthabrata,seorang pemimpin hendaknya mampu mengelola dana atau kekayaan masyarakat untuk lebih meningkatkan sebesar-besarnya kesejahtraan hidup bagi semua golongan masyarakat.
Suryabrata,pemimpin hendaknya selalu transparan dalam segala tindakannya, dan selalu meningkatkan tanggungjawab dan pengabdian bagi seluruh masyarakat, seperti halnya matahari yang selalu memberikan penerangan bagi seluruh alam.
Yamabrata, pemimpin hendaknya selalu bersikap adil dalam penegakan hukum, dan adil dalam setiap pengambilan keputusan.
Landasan filosofis daripada ajaran wanaprastha adalah sebagai berikut;
Manawadharmasastra, IX.303
Hendaknya seorang pemimpin berbuat seperti perilaku deva Indra, Surya, Vayu, Yama, Varuna, Candra, Agni, dan Prthivi.
Ramayana, XXV.52
Dewa Indra, Yama, Surya, Candra, Anila, Kuvera, Varuna, dan Agni adalah delapan sifat Devata yang patut ditiru oleh seorang pemimpin agar meresap dalam jiwa dan raganya. [Nasehat ini disampaikan oleh Sri Rama kepada Vibhisana ketika Wibhisana ditunjuk untuk menggantikan kakaknya Rahwana sebagai raja di Alengka].
Weda yang disusun dalam bentuk wiracerita atau yang lebih dekenal dengan Epos Mahabharata oleh Bhagawan Byasa.
Meninjau Tentara-tentara Perang di Kurusetra.
Ringkasan Bhagawad-Gita.
Karma Yoga
BAB IV Pengetahuan Rohani.
Perbuatan dalam Kesadaran Ilahi.
Meditasi Mengendalikan Pikiran dan Indria ( Dyana Yoga ).
Pengetahuan Tentang yang Mutlak.
Cara Mencapai Tuhan yang Mahakuasa.
Pengetahuan yang Paling Rahasia.
Kehebatan Tuhan yang Mutlak ( Wibhuti Yoga ).
Bentuk Alam Semesta ( wiswa rupa dharsana yoga ).
Pengabdian Suci ( bhakti yoga ).
Alam, Kepribadian yang Menikmati dan Kesadaran.
Tiga Sifat Alam Material.
Yoga Berhubungan dengan Kepribadian yang Paling Utama.
Sifat Rohani dan Sifat Jahat.
Golongan Keyakinan.
Kesempurnaan Pelepasan Ikatan.
SARASAMUCAYA
Kitab saraccamuscaya adalah ringkasan dan cara mengaplikasikan ajaran Bhagawad-gita pada kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat, yang ditulis dengan bahasa Kawi oleh Bhagawan Wararuci, seorang guru Spiritual.
- SARASAMUSCAYA
- I PRAKATA
- II DASAR DAN TUJUAN HIDUP
- III. KEAGUNGAN DHARMA [KEBAJIKAN]
- IV PERIHAL SUMBER DHARMA [KEBAJIKAN]
- V PERIHAL PELAKSANAAN DHARMA
- VI PRIHAL CATUR WARNA [EMPAT GOLONGAN PROFESI]
- VII PERIHAL KEMARAHAN
- VIII PERIHAL ORANG TANPA KEPERCAYAAN [NASTIKA]
- IX PERIHAL SATYAWACANA [SETIA PADA KATA-KATA]
- X PERIHAL AHIMSA [TIDAK MEMBUNUH-BUNUH]
- XI PERIHAL SATEYA [TIDAK MENCURI]
- XII PERIHAL PERBUATAN SUSILA
- XIII PERIHAL DANA PUNIA [SEDEKAH]
- XIV PERIHAL PERGAULAN HIDUP
- XV PERIHAL PERBUATAN TERPUJI
- XVI PERIHAL HARTA BENDA
- XVII PERIHAL ORANG BERILMU DAN BERBUDI
- XVIII PERIHAL ORANG DURJANA
- XIX PERIHAL HUKUM KARMA
- XX PERIHAL KEKUASAAN MAUT
- XXI PERIHAL TUMIBAL LAHIR [SAMSARA]
- XXII PERIHAL KEBODOHAN
- XXIII PERIHAL KAMA [NAFSU] DAN PEREMPUAN NAKAL
- XXIV PERIHAL TRESNA [KEHAUSAN CINTA]
- XXV PERIHAL KELOBAAN
- XXVI PERIHAL IKATAN CINTA KASIH
- XXVII PERIHAL ORANG BIJAKSANA